Lily Bloomz: Stats Menang

Peluit vs Algoritma

Saya bermain di lapangan dengan tibia patah sejak pertandingan ke-3—dan mengeksekusi semua 11 tendangan penalti di babak final. BBC bertanya, “Apakah Anda mundur?” Saya tidak. Algoritma saya jawab.

Media menyebut saya “pahlawan.” Mereka memutar ulang lambat kejadian saya terjatuh—seperti film Hollywood. Tapi inilah kebenaran: PER saya turun 0,8% di tahap gugur, karena langkah saya tidak sempurna—ia presisi.

Data Tak Menangis

Mereka bilang, “Hanya kursi roda yang bisa membawanya pergi.” Salah. Saya pergi karena model saya prediksi akan berhasil—bukan karena berani. Pergelangan saya? Bukan patah—ia dikalibrasi. Setiap sentuhan? Tercatat di Tableau. Setiap pergeseran? Dilacak dengan Python. Wasit melewat offside tiga kali di babak kedua. Peluitnya lebih acak daripada pohon regresi saya.

Mengapa Kita Menang Dengan Data, Bukan Air Mata

Saya bukan ‘menginspirasi.’ Saya secara statistik signifikan pada p < .01. Pahlawan sejati bukan yang menangis di kamera—tapi yang angkanya tak bohong saat tubuhnya bekerja.